Lebih Mudah Memahami Indikator Kinerja

”Bila kita tidak mengukur hasil, kita tidak dapat membedakan keberhasilan dan kegagalan. Bila kita tidak dapat melihat keberhasilan, kita tidak dapat belajar darinya……Bila kita tidak dapat mengenali kegagalan, kita tidak dapat memperbaikinya…”

Itu tadi penggalan kutipan (dari kutipan) yang sering digunakan dalam mendorong mengapa perlu rumuskan indikator kinerja. Ada juga tulisan James Gwee bahwa “Bussiness is process, process must be measureable, anything that can be measured can be improved upon”. Ringkasnya, keberhasilan itu harus terukur. jadi perlu Memahami Indikator Kinerja.

Ada juga, Kaplan (dalam teori Balanced Scorecard) yang menyiratkan juga salah satu penyebab kegagalan dalam eksekusi strategi tidak adanya KPI yang tepat.

Indikator kinerja dapat dikembangkan dengan pendekatan program logis yaitu rencana strategis organisasi diturunkan dalam sasaran strategis dan program.  Selanjutnya dirumuskan KPI yang akan digunakan untuk mengukur keberhasilan.

5 jenis KPI

5 jenis KPI yang mencerminkan juga levelnya:

  1. Indikator input: ukuran paling basic, paling rendah terhubung dengan keberhasilan
  2. Indikator output: dapat mengukur keberhasilan pendek, mengukur akhir dari proses
  3. Indikator outcome: mengukur keberhasilan program, level lebih maju, lebih sulit diukur
  4. Indikator efisiensi (proses): mengukur proses, manfaat internal, pemicu keberhasilan
  5. Indikator kualitas: mengukur proses yang dilihat dari sisi eksternal, feedback bagi perbaikan

Tak dipungkiri saat inipun sebagian besar organisasi punya KPI. Tantangannya adalah KPI hanya ritual atau kepatuhan “karena harus ada”. Dampaknya ya menjalankan ritual, atau kadang disebut indikator hazard. Sehingga tidak bisa optimal mendorong peningkatan kinerja atau hilang maknanya.   

Memang tidak boleh ‘yang penting ada’. Proses penetapan indikator dan ukuran kinerja menjadi proses yang penting untuk mendapatkan ukuran dan indikator kinerja yang memadai yaitu memenuhi kriteria indikator SMART (spesific, measurable, attributable, relevant dan timely).

Bila tidak dirumuskan dengan tepat, KPI cenderung rumit dan melelahkan bahkan kadang dianggap mengganggu rutinitas pekerjaaan atau membebani.  

KPI pun harus dibuat cascading atau penjabaran level tertinggi ke level di bawahnya. Indikator kinerja di level yang lebih rendah akan menunjukkan kontribusi KPI di atasnya. Atau bisa dibilang perbaikan kinerja pada setiap level akan memperbaiki kinerja organisasi.

Nah dengan KPI, menjadi jelas dasar untuk dan remunerasi atau insentif yang diberikan merupakan kinerja atas kontribusi dalam mencapai tujuan organisasi. Ini menjadi relevan bicara “Fairness” yaitu keterhubungan antara kinerjs dengan reward. Appresiasi atas prestasi, akan menjadi motivasi pegawai untuk memusatkan tindakan pada upaya peningkatkan nilai tambah organisasi.

Penting bicara remunerasi saat bicara KPI, karena kinerja tanpa terkait remunerasi akan kehilangan momentumnya. Sebaliknya, remunerasi tanpa sistem manajemen kinerja yang tepat hanya menambah mata rantai ketidakpuasan atau kecemburuan tempat kerja. Paul Niven, penulis buku BSC juga, mengatakan: “Link performance … to something people live and breathe every day. That will make performance indicator real in your organization.”

Ditulis oleh Heli Restiati

Lembar contoh KPI ada pada download

Bacaan: Balanced Scorecard